Assalamu ‘alaykum Wr. Wb.
Pendengar Nurani yang budiman,
Tanggerang adalah kota dimana aku dilahirkan, didaerah ini pula aku dibesarkan bersama Subhan, adikku satu2nya. Perbedaan usia antara aku dan adikku terpaut 4 tahun, namun dalam merasai kehidupan yang apa adanya ditengah2 keluarga sederhana kami rasakan bersama2, ibuku meninggal dunia disaat usiaku menginjak remaja, namun karena tulang punggung ekonomi keluarga terletak dipundak ibuku, maka kehidupan ekonomi keluarga kami anjlok seketika, sementara ayahku, sehari2nya bekerja sebagai buruh bangunan, namun jarang kulihat beliau memberi upah hasil kerjanya kepada ibu, selalu hasil jeri payahnya tersebut dihabiskan ditempat minuman atau tempat judi, mohon maaf, aku terpaksa menceritakan kondisi beliau sebenarnya dalam kisah ini (semoga beliau diberi hidayah, aamiin).
Pendengar Nurani yang baik
Sepeninggal ibu, kehidupan kami jadi morat-marit, aku harus merelakan pendidikanku tidak tamat sampai smp, yang penting bagiku adikku subhan bisa terus sekolah, aku sendiri tidak bisa memaksakn diriku untuk terus sekolah, karena ayah seolah tidak mau tahu dengan kondisi kami
“Kalian itu laki2, jadi gak boleh cengeng, hadapi hidup yang keras ini dengan jiwa yang keras pula.., jangan loyo, apalagi jadi melankolis…, makanan tidak akan dating dengan hanya sekedar menangis, jadi bekerja….” Inilah kalimat2 yang selalu beliau sampaikan bila mendapati aku dan subhan dalam keadaan lapar dirumah. Dan hal inilah yg membuatku harus terus berjuang demi menyambung hidup.
Pedengar Nurani yang budiman
Begitulah, keadaanlah yang memaksaku dewasa sebelum waktunya, aku harus menghadapi kerasnya kehidupan ini dengan hati yang lapang, bagiku kala itu, ayah kuanggap telah mati, sebab hiduppun tak pernah member perhatian pada kami, apalagi setelah ia menikah lagi dengan janda dikampung sebelah, aku dan subhan seolah-olah tak dianggapnya anak lagi, jangankan diberi uang, ditengokpun tidak pernah, yang a da, aku dan subhan yg selalu mengunjungi beliau, itupun selalu dicuekin, untung ibu tiriku masih punya hati, jadi meski apa adanya beliau member kami beras atau ikan kering yg bisa kami masak sepulang kerumah.
Pendengar Nurani yang baik
Alhamdulillah, adikku subhan juga tidak terlalu rewel, ia sudah faham tentang getirnya hidup, meskipun sering kudapati ia sering duduk termenung menangis didepan puasara ibu yang tak jauh dari rumah, entah apa yang ada dalam fikirannya, yang pasti, aku sebagai kakak sangat menyayangi dirinya. Hari2 kami lalui bersama, aku bekerja apa adanya dikampung, kalau ada yang butuh tenagaku untuk merumput disawah milik orang2 kaya, akupun dengan senang hati mengerjakannya, meskipun dengan upah 2 bungkus makan siang untukku dan adikku yang pulang dari sekolah, kadangpula aku hanya duduk2 memncing saja dipinggiran kali yang tak jauh dari rumah, bagiku, apapun pekerjaannya asalakan halal, insya Allah aku siap mengerjakannya, sementara bila ada dana2 lebih, aku berusaha menyisihkannya untuk kepentingan sekolah adikku.
Pendengar Nurani yang budiman
Kehidupan yang tak kenal kompromi membuat watakku menjadi keras, aku menjadi pribadi yang ulet dan pantang menyerah dalam hidup, satu kekuranganku, jauh dari tuntunan agama, entah apa yang membuatku jadi pribadi yang demikian, meskipun secara jujur hatiku selalu menentangnya, aku malas kemesjid untuk sholat 5 waktu, bila ramadhan tibapun aku hanya puasa di 3 hari pertama, selebihnya tidak sama sekali, uang.., uang..dan uang menjadi orientasi hidupku, aku benci dengan kemiskinan, aku benci dengan penderitaan, bahkan saat itu aku begitu marah ketika ibuku harus meninggal diusia kami yang masih membutuhkan kehadirannya, aku juga begitu marah ketika harus memiliki ayah yang tidak bertanggung jawab, aku begitu benci dengan kehidupanku, bahkan saat itu sempat terbetik penyesalanku yang dilahirkan dari keluarga miskin (semoga Allah mengampuni dosa2ku). Dan saat itu, kebencian itu aku berusaha tularkan pada subhan adikku. Aku ingin dia juga tumbuh menjadi pribadi yg keras seperti aku.
Pendengar Nurani yang budiman
Perjalanan waktu perlahan membuat kondisi ekonomi keluargaku semakin membaik, uang yang selama ini susah aku dapat, kini dengan mudahnya aku bisa raih berkat kerja kerasku, kumulai dari menjadi tukang ojek, kemudian menjual pulsa kecil2an dan Alhamdulillah dengan perputaran waktu, akhirnya aku bisa mempekerjakan beberapa orang untuk ngojek, dan aku memilih focus berjualan pulsa yang sudah mulai berkembang. Sementara adikku tanpa terasa sudah remaja dan telah duduk dibangku kelas 2 SMA.
Semula semuanya baik2 saja.., semula kasih sayangku tak berubah sedikitpun pada adikku, tetapi rasa kasih itu berubah seketika manakala kuketahu dan kudapati langsung adikku menjadi sosok pribadi yang lain, jiwa keras yang kuinginkan bersemayam dalam hatinya justru yang Nampak adalah kelembutan, kepribadian subhan nyaris 99% bertolak belakang dgn kemauanku. Kuketahui ternyata semua itu akibat dari rutinitasnya disekolah yang berbaur dengan anak2 rohis, selain dirohis subhan juga sering mengikuti pembinaan intesif setiap rabu sore disebuah mesjid yang tak jauh dari seolahnya, dan semua itu membuatku jadi kurang respek dengannya.
“Subhan.., aliran apa sih yang kau pelajari ini?, kaka tidak suka…!!, apa kau lupa dengan prinsip2 yang kk ajarkan padamu, jangan lebay dek…, hidup ini kudu diperjuangkan, kalau gak kita akan tertindas, coba lihat kk, seandainya dulu kk lebay sepertimu, pasti kita miskin terus, kita ditindas terus, dan paling pasti kau tidak akan bisa sekolah kayak sekarang, mengerti…??!!”bentakku memberi pengertian disuatu sore pada subhan adikku.
“Astagfirullah..!!, kak, subhan tidak belajar aliran sesat, subhan hanya belajar bagaimana seharusnya bersikap dalam kehidupan sehari2, bagaimana cara menghargai hidup, bagaimana caranya mensyukuri pemberian Allah pada kita, dan bagaimana caranya menjadi insane yang disayang Allah, itu aja kak, tidak lebih, apa menurut kk itu salah..??”jawab adikku perlahan
“Heh..!!, itu memang tidak salah, tapi lebay.., ingat yaa.., kk gak suka adik kesayangan kk menjadi pribadi yang lembek, kk gak suka bila adik kesayangan kk menjadi pribadi yang lebay, ingat dek.., dari segala usaha kk yang terus memperjuangkan kamu agar tetap bisa sekolah, ada sebuah harapan besar yang kk inginkan darimu dek, yaitu sukses dan menjadi orang terhormat, kalau mulai usia segini kau sudah bumbui hari2mu dengan kegiatan seperti ini, apa jadinya kau nanti?, mau jadi ustadz..?, atau mau jadi teroris, yang nyawanya tak berharga di ujung pelurunya Tim Densus?, apa itu yang kau inginkan dek..?, kalau mau hidup damai yaa silahkan hidup saja…, gak mesti ikut2 ajaran2 apapun. Apa kau juga bisa jamin?, ditengah banyaknya aliran sesat saat ini, apakah kau bisa jamin bahwa ajaran yang kau ikuti sekarang tidak sesat..??!!, mikir pakai akal dong, jangan pakai dengkul..!!”tukasku dengan kemarahan.
“Kak, subhan ucapkan terima kasih atas segala jerih payah kk selama ini untuk subhan, subhan sangat sadar bahwa selama ini kk begitu gigihnya berjuang demi kelangsungan hidup kita dan biaya sekolah saya, demi Allah.., bila tak mampu membalasnya didunia, subhan akan selalu mendoakan kk agar senantiasa mendapat balasan yang setimpal dari Allah. Kak, apa yang subhan ikuti dan pelajari saat ini tidak ada sangkut pautnya dengan teroris dan sejenisnya, subhan semata2 niat hanya ingin belajar saja, dan untuk belajar agama tidak harus jadi ustadz, subhan hanya butuh pegangan hidup kak, dan semua itu kita bisa dapatkan dari belajar agama. Kak, subhan mohon, jangan kerasnya hidup yang kk dengung2kan itu menyebabkan kerasnya hati kk pula, Subhan minta maaf bila ada kata2 subhan yang menyakiti kk, tetapi sebagai adik dan sebagai sesama muslim, subhan merasa memiliki kewajiban untuk mengingatkan kk…!!, kak, bukan ingin menggurui kk, tetapi tidak adakah terbesit dihati kk untuk sedikit berubah, subhan tahu, bahwa semua yg kk raih saat ini adalah hasil kerja keras kk, semua ini adalah jerih payah kk, tetapi, suka atau tidak, percaya atau tidak, semua yg kk raih hari ini adalah pemberian dari Allah, dan Allah memberinya pada kk karena DIA menyayangi kk. Mengapa justru kk sepertinya membenci sekali kelembutan, membeci sekali bila melihat orang menjalani hidupnya sesuai petunjuk syariat, semoga saja hal ini tidak mengindikasi bahwa kk juga tidak sedang membenci takdir Allah…!!”jawab subhan dengan kelembutnnya, mendengar hal itu bukan malah membuatku luluh, tetapi sebaliknya aku semakin muak mendengarnya.
“Nah.., nah.., ini dia yang tidak kk suka meihat orang belajar agama, sok lembut, sok lebay…., eh dek, dulu ketika kita sengasara, ketika kita dirundung kemalangan, kemana orang2 yang ngakunya belajar agama itu?, tidak ada sedekitpun rasa empatinya pada kita, coba kau lihat, pak haji usman tetangga kita, bukankah dia orang yang mengerti agama?, mengapa dia tidak sedikitpun berempati pada kehidupan kita dulu.., dia bahkan mendengar tangisanmu saat kau menangis kelaparan, dia juga bahkan dengar saat kau merengek minta makan saat bahan2 makanan dirumah kehabisan, dimana mereka dek.., dimana mereka?, gak adakan..?, kita hanya bisa makan dari hasil kerja keras kita sendiri, kita juga bsa terus hidup bila kita terus berupaya keras. Jadi tolong, jangan pernah bermimpi dan berharap perubahan dari kk, kk benci kelembutan, kk tidak suka dengan orang2 yang sok alim tapi tidak memiliki rasa empati sedikitpun terhadap orang susah.., dan kk tidak suka kau jadi ikut2an seperti mereka, mending kelihatan seperti preman, jadi begitu kita tidak menampakkan empati pada orang susah masih dianggap wajar oleh mereka, daripada bertampang ustadz, tapi pelitnya gak ketulungan, rasa empatinyapun gak ada…”jawabku menimpalinya
“Astagfirullah kak.., jangan menghakimi semua orang sama, dengan menilai satu kepribadian orang saja, kk juga gak boleh su’udzon pada haji usman, siapa tahu saat kita kesulitan dulu, saat itu juga beliau dalam keadaan kekuarangan namun kita tidak mengetahuinya, bisa jadi beliau kelihatannya memiiki harta, namun disaat yang lain kita tidak mengetahui ternyata beliau juga punya urusan yang harus beliau selesaikan dan membutuhkan dana besar kak…!, seharusnya kk merasa bersyukur dengan kessulitan hidup yang kita hadapi dulu, bukan karena itu semua mengajari kk arti kerja keras?, namun kk jangan sampai lupa, dibalik usaha dan kerja keras kita, ada campur tangan Allah dalam pencapaiannya…”jawab adakkku berusaha memahamkan aku.
“Alaaaa…, sok tahu kau dek…, jangan coba2 mengajari apapun pada kk, kamu itu anak kemarin sore, baru memulai mengenal hidup…, kalau kau tetap dengan pendirianmu, belajar dan mengikuti aliran yang kau anggap benar.., silahkan…, kk tidak melarangmu, tetapi semua biaya sekolah dan kebutuhanmu kk stop, bila kau merasa butuh, cobalah minta pada kawan2mu disana itu, kk mau lihat, seberapa besar empati mereka terhadapmu.., mereka itu bisanya hanya meracuni fikiranmu, dan ini hasilnya.., sok tahu.., sok menggurui kk…., pergi sana…”ujarku ketus sambil mengusirnya dari hadapanku.
“Astagfirullah kak.., jadi kk mengusirku..?, kak.., tanpa bantuan dari mereka pun, isnyaaAllah aku masih bisa hidup kak, karena bukan kk atau mereka yang menghidupi aku, tetapi Allah. Selama inipun kk merasa bahwa kk yang memberi makan aku, membiayai sekolahku, tetapi kk tidak sadar bahwa apa yg aku makan dan apapun yang aku gunakaan, itu adalah rezki pemberian Allah yang untuk sementara ini dititipkan melalui kk.., untuk saat ini, kalaupun saya tidak diizinkan lagi tinggal dirumah ini, insyaaAllah saya akan buktikan pada kk, bahwa saya masih bisa hidup. Sebagai adikku yang menyayangimu kk, saya akan selalu mendoakanmu, semoga kau selalu sehat, dan Allah memberikan hidayahNya padamu…, subhan pamit kak….”ujar adikku perlahan lalu bergegas meninggalkan aku.
“udah..udah.., pergi sana, gak usah lebay gitu…, dan ingat, kau jangan bawa pergi motor pemberian kk, bawa saja pakaian dan buku2mu…”tukasku tegas sambil berusaha memalingkan wajahku darinya, sedih memang, tetapi apa boleh buat, subhan begitu menorah kekecewan dihatiku, harapanku untuk menjadikannya sosok yg terhormat dan sukses pupus sudah. Dan mulai saat itu aku tidak berharap lebih darinya.
Pendengar Nurani yang budiman
Hari2 berlalui mengikuti rotasi waktu, ada sesak didadaku sebenarnya manakala mengingat adikku tersayang tak lagi bersamaku, masa2 susah dulu membuatku begitu menyanginya, tetapi apa boleh buat, dia telah memilih jalannya sendiri, dan aku ingin tahu seberapa kuat dia diuar sana, dan seberapa kuat dia hidup tanpa bantuanku. Aku juga tak tahu dengan cara apa dia bisa bertahan hidup diluar sana, aku juga gak tahu, seberapa besar perhatian kawan2 sealiran dengannya saat itu.
Pendengar, pernah suatu hari, saat aku belanja dikota, aku melihatnya sedang mengarahkan kenderaan untuk diparkir beraturan, entahlah, apakah ia sedang memarkir kenderaan temannya, atau malah menjadi tukang parker, yang jelas aku melihat dengan mata kepalaku saat itu dia sedang mengarahkan kenderaan2 ketempat parkiran pasar, hatiku merasa menang saat itu.”Rasain loe.., emang enak nyari duit buat hidup…, udah dikasi gratis, ee malah disia2in..” gumamku dalam hati sambil berlalu menuju kedalam area pasar untuk belanja.
Pendengar Nurani yang budiman
Tak terasa sebulan sudah subhan tak tinggal bersamaku, dan akupun tak perduli dengannya, nanti lebay kesannya kalau bersedih hanya karena dia pergi meninggalkan aku. Aku hanya menunggu, dan sangat yakin pasti dia kembali kerumah, karena kerasnya kehidupan diluar sana. Dan benar saja, aku mendapat telepon dari Umar yang mengaku teman sekajian dengannya, mengabarkan bahwa subhan tengah sakit tipes. Tersentak aku mendapati kabar itu, tetapi aku berusaha menepisnya.
“Assalamu ‘alaykum, mohon maaf kak, apa benar ini dengan kak fauzan?, kakaknya subhan..?”tanyanya dari seberang
“iya benar.., ada apa ya..??, apa anak itu berulah disana.., sudah saya bilang sebelumnya, jangan sok mandiri, jangan sok berilmu, ampe2 ngelawan kknya sendiri, begini nih hasilnya…”jawabku ketus
“eee, bukan itu kak, Alhamdulillah subhan tidak berulah, saya hanya ingin mengabarkan kalau subhan sedang sakit kak, hasil pemeriksaan dokter ia sakit tipes, apa kk bisa menjenguknya?”ujar suara itu dari seberang.
“Ooo, syukur deh…, biar dia tahu rasa, bilang sama dia saya tidak bisa menjenguknya, saya sibuk…, kalian kan banyak disana, eh, asal kalian tahu yaa, gara2 kalian dia pergi tinggalkan rumah, jadi resiko kalian dong bila ia sakit, mana ukhuwah dianatara kalian. Kalau dia sudah tidak sanggup tinggal disana, dan kalian sudah tidak sanggup mengurusnya, suru dia kembali, tetapi dengan satu syarat, dia harus menjadi seperti apa yang saya mau, mengerti..”jawabku lalu mematikan sambungan teleponnya, lagi2 saat itu aku merasa menang dengan prinssipku. Mudah2an dengan peristiwa ini akan menyebabkannya sadar dan mau kembali kerumah dengan memegang prinsip2 yang aku ajarkan.
Pendengar Nurani yang baik
Sebulan, dua bulan dan hingga 6 bulan lamanya subhan tak kembali kerumah, dan akupun tak lagi perduli dengannya, buat apa peduli pada anak bandel seperti itu. Bila Dia tidak kembali kerumah, berarti dia sudah mampu hidup diluar sana , Watak kerasku melahirkan rasa cuek terhadap kondisi itu, dan aku kembali beraktifitas seperti sedia kala. Tanpa terasa waktu terus bergulir, dan masa kelulusannya pun akhirnya tiba juga, aku mengetahui kelulusannya karena dia mengabariku via SMS, sebenarnya dia ingin menyampaikan secara langsung saat menelpon, tapi teleponnya tidak aku gubris.
“Assalamu ‘alaykum wr.wb, kak fauzan, semoga Allah selalu merahmati kk, subhan hanya ingin mengabarkan kalau Alhamdulillah subhan lulus dengan Nilai yang memuaskan, dan subhan masuk 10 besar lo kak, Alhamdulillah subhan juga langsung dapat beasiswa kuliah disebuah Perguruan Tinggi negeri di Kota, subhan termasuk calon mahasiswa disana yang sudah dijamin lulus SPMB tanpa tes, ini semua berkat kemurahan Allah dan do’a2 kk, terima kasih kak, insya Allah subhan akan melanjutkan kuliah subhan disana, dan subhan ingin membuktikan pada kk, bahwa kemurahan Allah-lah yang berlaku atas setiap kerja keras kita. Semoga kk selalu dalam keadaan sehat, kabari subhan kalau kk akan segera menikah, sudah kena hokum lo kak, sudah cukup umur, mapan lagi. Salam saying dari adikmu. Subhan” bunyi sms panjangnya, menetes air mataku membaca sms itu, aku tak menyangka dia mampu menghadapi kerasnya hidup diluar sana tanpa bantuanku, entah dengan cara apa ia melalui hari2nya tanpa hadirku, apakah ada seseorang yang mendanai sekolahnya sampai ia berhasil lulus dan kini melanjutkan kuliahnya dikota?, entahlah. SMS itu kubaca saja dan tidak kubalas, aku khawatir akan tampak kesan lebay dan melankolis bila aku membalasnya.
Pendengar Nurani yang baik
Hingga suatu saat mana kala aku mengikuti sebuah pertemuan dikantor camat, aku bertemu dengan seorang lelaki paro baya yang ternyata mengenaliku, Pak Hamzah nama beliau.
“Dek Fauzan yaa?, kakaknya Subhan?”tanyanya menyelidik
“iya benar, bapak siapa yaa..??”balikku bertanya
“O, saya Hamzah, saya kenal adek fauzan karena dulu adikmu si subhan pernah tinggal beberapa pecan dirumah bapak, saat itu ia keluar dari rumah sakit karena tipes, dan bapak menawarkannya untuk tinggal sementara dirumah bapak sampai dia sembuh benar, karena kondisi kamar dimesjid saat itu sangat tidak memungkinngkan baginya untuk pemulihan, beberapa kali foto dek fauzan diperihatkan pada saya, makanya begitu melihat dek fauzan tadi, bapak langsung ingat adikmu subhan..”ujar pak hamzah menjelaskan.
“Oooo, pasti adik saya bandel yaa pak, anak itu memang susah diatur, saya sudah suruh pulang tapi dia tetap kekeh dengan pendiriannya..”jawabku menimpali
“Ooh, tidak sama sekali dek fauzan, justru adikmu itu anak yang rajin, insya Allah sholeh pula, dia sangat gigih sekali, meski dalam keadaan sakitpun dia tidak mau merepotkan orang lain, dan dia juga termasuk anak yang tidak malu2, coba dek fauzan bayangkan, senin, rabu, sabtu dia bekerja sebagai tukang parker dipasar, trus selasa, kamis dan ahad ia manfaatkan waktunya untuk jualan kacang, Koran dan kerupuk2 keliling kampong, subhan juga sering cerita tentang antum, jujur mendengar ceritanya saya jadi bangga dan penasaran dengan dek fauzan, akhirnya ketemu juga dengan sosok yang mengagumkan itu…”tukasnya membuatku sedikit terkejut.
“Maksud bapak, kagum bagaimana sih, saya ini hanya orang bisaa dan tidak punya kelebihan apapun, mungkin adik saya terlalu berlebihan deh pak..”ujarku dengan sedikit gugup.
“subhan itu, kalau menceritakan tentang nak fauzan, pasti dengan penuh semangat berapi2, sepertinya dia sangat bangga memiliki kk sepertimu, dia sering cerita bahwa nak fauzan itu seperti ayah sekaligus ibu baginya, katanya nak fauzan itu sangat gigih menjalani hidup, tidak suka merepotkan orang lain dan pastinya orang yang selalu mensyukuri apapun yang diberika Allah, makanya saya juga jadi ikut2an penasaran deh dengernya.., makanya melihat dia yang begitu gigih dan tidak mau merepotkan orang lain, membuat saya semakin yakin bahwa itu semua hasil didikan nak fauzan, nak fauzan memamng sosok kk yang hebat.., oh ya, skrg subhan kuliah dikota yaa, hebat tuh anak, bapak juga bangga padanya, sosoknya sangat zuhud dan tawadhu, setiap hari dia gunakan untuk bekerja tanpa kenal lelah, kecuali hari jum’at, entahlah, yang pasti anak itu selalu mengosongkan aktifitasnya dihari itu, katanya mau focus ibadah, dulu juga dia sampai 3x masuk rumah sakit karena penyakit yg sama, tipes kata dokter, tapi dia melarang bapak dan kawan2nya mengabari antum, katanya dia tidak ingin mendengar antum bersedih, dan terakhir kalau tidak salah, dokter juga mendiagnosa, adikmu itu punya penyakit jantung, yaaahh.., mudah2n dia sehat dan bisa menyelesaikan kuliahnya dikota, dulu saat mau pergi dan pamitan ke bapak, dia nangis lho dek.. dia minta didoakan agar sukses dan kelak bisa membahagiakan antum, dia juga punya impian bahwa begitu dia kembali kerumah menemui antum, dia akan dating dengan menaiki mobil putih yang indah dan mewah, yaa, baka hanya bisa mendoakannya, semoga segala impiannya tercapai…, aamiin.., ehh, sepertinya istri bapak sudah menunggu lama dimobil, bapak permisi dulu ya dek…, assalamu ‘alaykum..”ujar pak hamzah panjang lebar lalu pamit meninggalkan aku yang masih terpaku menelaah semua ucapan bapak paro bayah itu.
Perlahan seolah ada bongkahan bening mengganjal dikelopak mataku, hatiku terenyuh, ternyata adikku begitu menyayangiku selama ini, dia begitu bangga menjadi adikku, padahal tak sedikitpun aku member contoh positif padanya, aku juga tersentak saat tahu bahwa saat jauh dariku 3x ia masuk rumah sakit, dan dia mampu melewatinya tanpa mengabariku, aku juga sangat terperanjat manakala mengetahui bahwa selain tipes, subhan juga memiliki penyakit jantung, “yaa Allah.., lindungi adik hamba..”gumamku dalam hati menyadari kondisi memilukan adikku satu2nya itu, dan itulah pertama kalinya aku memanjatkan do’a pada Rabbku. Dengan buru2 aku meninggalkan tempat itu dan bergegas menuju mesjid, sebab saat itu bertepatan waktu sholat asar telah tiba. Ini pula pertama kalinya aku menginjakkan kaki dimesjid dan melaksanakan sholat, “Yaa Allah, selama ini aku terlalu angkuh dengan keegoisanku, sehingga lupa bahwa selama ini aku terlalu jauh dariMU, ampuni aku yaa Rabb”
Pendengar Nurani yang baik
Sejak hari itu, aku mulai membenah kehidupanku, aku mulai berusaha mencari media2 yang bisa kujadikan sebagai wadah untuk belajar, dan akupun mulai mendatangi majelis2 ilmu yang bisa menjadi saranaku menuntut ilmu syar’I, dan ditempat dimana adikku belajar agama itulah, akhirnya aku melabuhkan pilihanku untuk belajar ilmu syar’I, disitulah pula aku menancapkan niatku untuk berubah dan bertobat dengan sebenar2nya tobat, aku masih menaruh harapan besar, semoga Allah masih mengampuni segala dosa2ku.
Pendengar Nurani yang baik
Perlahan tapi pasti akhirnya akupun mulai berubah, kajian2 islam intensif tak pernah terlewatkan olehku setiap pekannya, pengajian2 rutinpun selalu kudatangi meski dengan jarak yang tidak dekat, aku sangat bersyukur Allah masih bermurah hati menitipkan hidayahnya padaku, dan aku sangat yakin subhan pasti akan senang mendengarnya. Namun tak sedikitpun aku mengabari perubahanku itu, aku khawatr, tidak bisa menjaga keistiqamahanku manakala menceritakan tentang hidayah yang indah ini, aku hanya menunggu ia kembali kerumah. Hingga suatu malam, saat itu hari rabu, saat pertama kali aku menelponnya dan mendengar suaranya.
“Assalamu ‘alaykum wr wb, gimana kabarnya kk?, subhan selalu tak putus mendoakan kk, semoga kk senantiasa dalam rahmat dan lindungan Allah, disini Alhamdulillah ana sehat2 kak, oh ya kak, insyaAllah saya pulang hari jum’at besok, ana rindu kk, semoga kita masih bisa bertemu yaa, aamiin.., kk sehat2 disana yaa…”ujarnya tanpa memberiku kesempatan untuk menyelanya, lalu panggilan itu putus dengan tiba2. sesaat aku menunggu panggilan ulangnya, namun tak kunjung kudapati, dan akupun berusaha memanggilnya, namun entah mengapa panggilan itu tak kunjung tersambung, tak ada juga nada sambung terdengar, dan aku juga tidak mendengar ada panduan dari operator yg menyatakan kalau nomornya sedang diluar jangkauan. Kondisi itu semakin membuat aku bingung, namun akhirnya aku menghentikan usahaku untuk menghubunginya, mungkin saja ada terjadi masalah jaringan salah satu diantara kami.
Pendengar Nurani yang baik
Hingga akhirnya, hari yang dijanjikan itupun tiba, dimana untuk pertama kalinya setelah kami berpisah dulu, subhan janji akan kembali kerumah dan akan menemuiku, dan aku sangat bahagia sekali saat itu, aku berusaha menahan perasaanku, meskipun kerinduanku sebagai kk terhadap dirinya begitu membuncah didada, dan aku juga berharap semoga perubahanku saat ini menjadi kejutan sekaligus hadiah atas kelulusannya dulu semasa SMA.
Pendengar, Hingga berjam2 aku menantinya, namun sosok yang kunanti itupun tak kunjung dating, beberapa saat adzan lagi sholat jum’at akan segera berkumandang, dan menurut prediksiku, seharusnya bila berangkat dini hari tadi, sudah pasti ia sudah sampai, tapi lagi2 hingga 15 menit sebelum adzan jum’at dikumandangkan, teleponku berdering, begitu gembiranya aku mana kala mendapati nomor adikku yang sedang memanggil.
“Assalamu ‘alaykum, dek dimana posisimu skrg, koq belum nyampe2 juga, udah mau adzan sholat jum’at lho..”ujarku menyambut gembira teleponnya.
“wa’alaykumussalam, maaf pak, apa benar ini nomor keluarga bapak, kami melihat nomor bapak yang terakhir kalinya dipanggil, makanya langsung kami hubungi..”ujar suara dari seberang
“Iya benar, Nomor yg bapak pakai ini nomor HP adik saya, sekarang dimana adik saya pak?” tanyaku penuh khawatir
“begini pak, tadi adik bapak kecelakaan, motor yang dikenderainya menabrak pembatas jalan, kemungkinan adik bapak mengantuk saat mengendarai motor, dia berkendara sendiri pak, kejadiannya sekitar 30 menit yang lalu, tadi adik bapak masih bergerak, tetapi 10 menit lalu sudah tidak bergerak lagi, tidak ada warga yang berani menyentuhnya karena pihak berwajib belum dating pak…”ujar suara dari seberang mengabari kondisi adikku yang mengalami kecalakaan, gemetar tubuhku saat itu, aku berusaha menguatkan hatiku dan segera meminta alamat lokasi kejadian kecelakaan tersebut, sejenak kukabarkan berita kecelakaan tsb melalui beberapa nomor hp temannya untuk disebar, sementara karena sempitnya perisitwa tersebut dengan sholat jum’at, maka akupun menyelesaikan kewajibanku lalu setelahnya bergegas kelokasi kejadian yang hanya beberapa kilometer dari kotaku, Alhamdulillah disana juga sudah ada beberapa orang ikhwah yang mengurusnya, karena sebelumnya sudah kusebarkan lewat SMS, dan alangkah hancurnya hatiku saat mendapati adikku tak bernyawa lagi, jenazahanya sudah disemayamkan dirumah salah seorang warga yang tak jauh dari lokasi kecelakaan tersebut, beberapa orang petugas kepolisianpun kuliah sedang olah TKP, menurut salah seorang diantara mereka kejadian tersebut murni kecelakaan tunggal sehingga tak dapat diproses lebih lanjut, aku sendiri tidak terlalu memperdulikannya karena masih tidak percaya memandangi tubuh kurus adikku yang bersimbah darah, kepalanya pecah akibat benturan keras yang menyebabkannya kehabisan darah.
“Yaa Allah.., mengapa tak kau izinkan hamba untuk bertemu dengannya dan mengatakan bahwa hamba telah berubah…, yaa Allah, sesungguhnya hamba telah pasrah dengan takdirmu, tetapi rasa bersalah hamba masih tak bisa hamba bendung yaa Rabb.., ampuni hamba…, ampuni hamba…”ujarku ditengah tangis yang tak bisa kubendung. Rasa sedih yang tak bisa kutahan semakin menyeruak didadaku manakala mendampinginya dimobil jenazah. Kupandangi wajahnya lekat2, begitu lamanya aku tak bersua dengannya, tetapi ketika kini berjumpa, aku hanya mendapatinya sebagai sosok yang tak bernyawa.
“dek.., maafkan kk, maafkan kk dek…, kk terlalu banyak menyakitimu, begit besar impianmu untuk melihat kk berubah menjadi orang baik, tapi mengapa ketika harapanmu ini menjadi nyata, kau malah tak melihatnya dek, maafkan kk….”
“Adikku saying, dulu kau menitipkan pesan pada pak hamzah bahwa kau akan kembali kerumah dengan mengendarai mobil putih yang indah dan mewah.., jadi mobil ambulance ini maksudmu dek…??, maafkan kk dek, maafkan kk…, kk memang bukan kk yang baik bagimu, tetapi bagi kk, kau adalah adik kk yang paling baik dek, sejak kecil kita bersama, namun tak sedikitpun kau terpengaruh oleh watak dan prilaku buruk kk, kk salut padamu dek, pasti ibu bahagia denganmu dek…”
“Bangun dek, lihat kk, Alhamdulillah kk kini sudah berubah dek, doa2mu telah dikabulkan oleh Allah dek, Aalhamdulillah kini kk telah berubah, coba kau buka matamu dan pandangi kk, kk sudah berubah dek.., kk sudah berubah…” ujarku dengan tangis penyesalan yang berekepanjangan. Beberapa ikhwah yang ikut dimobil itupun berusaha menenangkan dan menasehati aku agar tidak meratapi kepergian adikku, dan aku berusaha menguasai perasaanku meskipun dengan sedih yang teramat perih.
Pendengar Nurani yang budiman
Kepergian adik tersayangku begitu menyiasakan pilu dihatiku, penyesalan yang tak kunjung berakhir selalu menggelayut dalam hatiku, tetapi aku yakin, adikku bahagia disana, aku juga sangat bangga, begitu banyak orang yang mensholati dan mengantarkannya keperisitirahatn terakhirnya. Dan kini, Alhamdulillah aku masih istiqamah dijalan ini, meskipun Air mata penyesalan masih sering mewarnai hari2ku. Aku hanya berharap, semoga Allah senantiasa menjaga hati ini untuk tetap kokoh dijalan ini, aamiin.
Wassalam
-------------------------------------
0 komentar: