Assalamu ‘alaykum Wr. Wb
Pendengar Nurani yang budiman
Luruskan Niat, termasuk dalam memilih pasangan hidup. Jangan sampai kemalangan akan menimpa kita sebagaimana yang saya rasakan saat ini, sebab ketika memilih pasangan dulu, saya menempatkan kecantikan dan kekayaan diatas segala-galanya, yang akhirnya kedua-duanya bias saya raih, namun saying tak sedikitpun bias memberikan ketenangan dan kedamaian dalam hidup saya, Maaf-, bukan menyesali Nasib yang telah terlanjut tejadi, tetapi semata-mata hanya ingin membuka mata hati kita agar hati-hati dan perlu selektif dalam memilih pasangan hidup, bil khusus harus benar2 selektif soal agama dan akidahnya.
Al-kisah, aku adalah seorang pemuda yang berasal dari keluarga sederhana, terlahir dari keluarga yang juga minim pengetahuan agamanya, aku sendiri adalah anak ke 11 dari 13 bersaudara, namun ke 13 bersaudara itu tidak diasuh sepenuhnya oleh orang tuaku, ada yang tinggal bersama nenek, orang tua dari ayah, ada juga yang hidup bersama nenek orang tua dari ibu, begitulah, hidup dengan keadaan ekonomi yang memprihatinkan dan keprihatinan itu juga berimbas pada pertumbuhan fisik dan fisikolog kami sebagai anak2nya, sebagai anak desa yang hidupnya melarat dan jauh dari pemahaman agama yang syar’I tentu membuat keinginan yang kuat dalam hatiku untuk kelak menjadi orang sukses, kaya, dan beristrikan wanita cantik dan kaya pula, inilah mimpi dan obsesiku jauh sebelum aku kenal dengan dakwah ini, pergulatan kehidupan yang keras dikota besar, membuatku bersikeras untuk hijrah kejakarta dengan bekal nekad dan hanya bermodal 20ribu saja. didalam hatiku terbetik sebuah keingan yang kuat, bahwa aku harus bias menjadi seseorng yang SUKSES, itu saja, apalagi Alhamdulillah secara fisik aku dianugera postur tubuh yang banyak disitilahkan orang manajemen cukup KOMERSIL, sisa dipoles, di dandani, maka insyaAllah bias sedikit menipu tentang siapa diriku yang sesungguhnya. Jujur, Aku tidak betah dikampung, hidup dengan berbagai kondisi yang sangat memprihatinkan, apalagi ketika ibuku pergi menghadap sang kholiq, semua terasa menjenuhkan.
Pendengar Nurani yang baik
Berbagai profesi kerja aku berusaha geluti dijakarta, mulai dari buru pasar, buruh cuci piring dari warung-warung makan, sampai menjual kantung reseh dipasar, semua aku geluti dengan sangat gembira karena aku seolah bias dengan bebasnya menikmati hidup, dari pekerjaan2 tersebut aku berusaha mengumpulkan rupiah guna membeli pakaian2 layak pakai untuk mengikuti casting2 yang biasa sering menawarkan profesi2 artis dan foto model yang sangat terkenal begitu menjanjikan Rupiah dan kenikmatan dunia yang tak terhingga. Aku sendiri selama dijakarta selalu menjadikan emperan mesjid selalu menjadi tempat istirahatku, dan sesekali aku berusaha menunaikan kewajiban sholat fardhu meskipun belum sampai 5 waktu, entahlah, keras kehidupan metropolis Alhamdulillah tidak sampai membuatku lantas lupa dengan mengingat Allah, meskipun orang tuaku tidak pernah mengajariku, sebab Alhamdulillah masa sekolahku, dengan susah payah aku mampu menamatkan pendidikanku di Madrasah Tsananawiyah setingkat SMP, dan qadarallah aku memilih berhenti melanjutkan ke SMA karena terkendala biaya. Yaa, begitulah sedikit tentang masa kecilku.
Pendengar Nurani yang baik
Keberadaanku yang sering memanfaatkan waktu istirahtku diemperan mesjid sembari menanti datangnya sholat wajib saat letih dengan penatnya aktifitasku sebagai buruh kasar dijakarta, ternyata diam-diam menarik perhatian pengurus mesjidnya, ustad Ramdhan nama beliau, entah karena apa, yang pasti ketika usai sholat dzhur, beliau berkenan menyapaku, memperkenalkan dirinya dan bersedia berbincang denganku, dan aku sendiri sangat tersanjung disapa oleh beliau, sebab paling sering aku mendapati beliau menjadi imam dimesjid tersebut. Banyak hal yang kami perbincangkan dan bukan hanya sekali itu saja, hamper setiap beliau memiliki waktu luang dan kebetulan mendapatiku berada dimesjid itu selalu beliua meluangkan waktu untuk menyapaku, share tentang kehidupan, tentang agama hingga masalah2 pekerjaan, hingga suatu waktu entah karena alas an apa, beliau menawariku untuk tinggal dimesjid itu menjadi pengurus mesjid yang memperhatikan hal-hal yang sifatnya teknis, misalnya menjaga kebersihan mesjid, mengontrol penggunaan litrik, audio mesjid dll, dan Alhamdulillah tawaran itu kuterima dengan penuh suka cita. Singkat cerita, dari mesjid inilah aku mengenal dakwah, dan dari mesjid inilah aku dititipi hidayah Oleh Allah, sebab selain berada dirumahNYA dengan amanah yang mulia, aku juga diberi kesematan untuk mengikuti pengajian2 rutin setiap kamis malam dimesjid itu, juga diberikan kesempatan untuk menelorkan sedikit ilmu agamaku pada saat nyantri dulu dengan mendirikan TPA untuk anak2 dilingkungan setempat. Subhanallah, aku sangat senang dengan semua itu, sebab selain tinggal gratis, tanpa aku memintanyapun Alhamdulillah Ustad Ramdhan setiap bulan member aku dana-dana ala kadarnya untuk memenuhi kebutuhanku, dan sebuah kesyukuran pula buatku sebab ustd Ramdhan memintaku untuk ikut dalam kajian intensif binaannya, disanalah aku mendapatkan bekal ilmu yang Alhamdulillah sedikit menjadi bekal untuk membentengi jiwa ini, hingga suatu hari, dimana keistiqamahan itu sudah tertanam dalam hatiku, ketika Hidayah itu sudah dalam gengamanku, ternyata Allah mengujinya dengan sebuah kabar, yang seharunya merupakan kabar gembira, namun kala itu menjadi sebuah kabar yang begitu menggoda keimananku, betapa tidak, sebelum mengenal dakwah, aku mencoba casting beberapa sinetron dibeberap Produciton House, dan kini ketika hidayah itu sudah ada dalam genggamanku, salah satu PH “Cinema Art”menelponku mengabari bahwa aku diminta dating kekantornya untuk membicarakan kontrak kerja, karena aku lolos untuk syuting Sinetron Mini seri,Yaa Rabb…, ini adalah cita-cita kecilku, ini adalah impian yang selama ini aku capai, namun kenapa ia dating bersama dengan HidayahMU ya Rabb, apakah ini merupakan ujian dariMu?.
Pendengar Nurani yang budiman
Saat itu terjadi perang bathin yang sangat hebat dalam diriku, perang atas keimanan dan hawanafsu.., jujur, seperti yang aku kisahkan sebelumnya, bahwa memang aku ingin sekali sukses dijagad hiburan, cita-citaku sejak kecil ingin menjadi orang berhasil, dan tujuanku hijrah kejakarta sebenarnya untuk mencoba peruntungan dibidang ini, tetapi Qadarallah kesempatan itu hadir bersama Hidayah yang Allah titipkan padaku, saat itu hatiku semakin gelisah, tawaran Kekayaan popularitas sudah didepan mata, tinggal selangkah lagi aku akan dikenal oleh banyak orang, dan pastinya orang-orang dikampung akan geger begitu melihatku dilayar kaca, lebih-lebih orang tua dan saudara2ku, Yaa Rabb…, mohon kokohkan keimananku, jangan palingkan keimanan ini dari hatiku.
Pendengar Nurani yang budiman
Dalam kondisi seperti itu, aku berusaha memenangi hawa nafsuku, aku tidak ingin terjebak pada pahitnya hidup setelah mengecap manisnya hidayah. Maka ditengah2 kekalutanku saat itu, aku berusaha berbagi pada Rabbku disepertiga Malam dimana DIA turun kelangit pertama untuk mendengarkan Do’a dan curahatan hati hamba-hambanya, dalam derai air mata kupanjatkan doa’doaku :
“Yaa Rabb, Engkau paling tahu bahwa Cita-cita kecilku adalah ingin Sukses, kaya dan terkenal, maka setelah aku mengenalMU, hatiku telah terpaut pada mencintai ENgkau yaa Rabb, dan aku tidak ingin Engkau jauh dari hatiku, Jadi hamba Mohon, Kokohkan rasa cinta ini dalam hatiku, agar aku tak akan pernah berpaling dariMU, meskipun tawaran-tawaran kemewahan dunia begitu menari-nari dipelupuk mataku.”
“Yaa Rabb, kokohkan iman dalam Hati Hamba, hamba Mohon jangan ENgkau Sesatan Hamba setelah engkau beri petunjuk..”
“Yaa Rabb, Tautkan Keimanan ini dalam hatiku, dan benamkan sedala-dalamnya Yaa Rabb agar tidak mudah tergoyahkan lagi, hamba tak ingin terjembab dalam kenistaan dunia yang melenakan dan akan menyebabkan Hamba jauh dariMu Yaa Rabb”
Pendengar Nurani Yang Budiman
Itulah diantara doa-doa yang aku panjatkan, hingga membawaku pada sebuah keputusan untuk MENOLAK tawaran dari Cinema Art Production tersebut, dan aku sangat sadar dengan menolaknya berarti kesempatanku untuk meraih impian itu pupus sudah, tetapi aku yakin ALLAH akan menggantikannya dengan yang lebih baik, sejak mengambil keputusan tersebut aku berusaha untuk mengganti nomor HPku agar tidak ada lagi Tawaran-tawaran duni yang akan merusak hati dan imanku, sebab No HP itu yang aku berikan pada beberapa PH yang aku coba ikut casting dulu. Dan hingga hari ini, kisah penolakanku untuk menjadi Artis tersebut tidak aku ceritakan kepada siapapun termasuk pada Ustd Ramdhan dan beberapa ikhwah yang akrab denganku, tidak yang kuberitahu kisah tersebut kecuali Mala mini, dalam Program ini, sebab aku takut kisah itu akan sedikit member effect buruk pada keimananku.
Pendengar Nurani yang baik
Tepat ditahun 2006, aku ditawari ustd Ramdhan dengan seorang Gadis Muslimah yang baru saja menamatkan Pendidikannya di Fakultas Hukum UGM, jujur, saat ditawari gadis tersebut, aku merasa sangat minder, sebab kudengar bahwa gadis tersebut dari keturunan orang kaya dan berparas cantik, yaa Rabb, apa ini ujian untukku?, atau Hadiah yang kau berikan padaku?, sebab bila mereview kembali masa sulitku dikampung, aku juga begitu bermimpi untuk memperisitri gadis cantik dan kaya, dan hal ini sudah didepan mataku, Yaa Rabb, haruskah aku menolaknya..?
Jujur, saat tawaran itu dating padaku, aku berusaha meminta pertimbangan ALLAH lewat Sholat Istikhorohku, aku khawatir, rasa cintaku pada gadis ini kelak, akan mengalahkan Rasa cintaku pada Rabbku.
“Yaa Rabb, bila memang dia baik untukku dan agamaku, maka tautkan hati kami pada ikatan suci sesuai ridhaMU, bila tidak maka gantikanlah dengan yang lebih baik yaa Rabb, aamiin
Pendenga Nurani yang baik
Akhirnya berkat pengurusan yang syar’I oleh ustd Ramdhan dan kawan-kawan, Resmi sudah aku mengkhitbah dan menikahi gadis tersebut, Sulhah namanya, menurut ustd Ramdhan, SUlhah adalah aktifis kampus, tetapi memang dari keluarga kaya, sehingga kehidupannya terkondisi dengan hal-hal yang serba ada, jujur, pada saat pengurusan, aku sudah sampaikan pada usd Ramdhan untuk menceritakan kondisiku dari A-Z dan menurut beliau hal itu sudah disampaikan pada SUlhah dan keluarganya, dan dengan kerelaan hatinya dan keluargannya, mereka tidak mempersoalkan hal itu, karena dari pihak keluarga SUlhah katanya menjadikan Agama dan akhlak sebagai standar Lelaki yang dapat meminang putrid mereka, meskipun aku sendiri masih merasa bahwa masih ada ikhwah lain yang jauh lebih baik agama dan akhlaknya ketimbang diriku, tapi begitula, biiznillah, akhirnya resmi sudah Sulhah menjadi istriku.
Pendengar Nurani yang Budiman,
Masa-masa awal pasca pernikahan tersebut Alhamdulillah kami lewati dengan tinggal sementara dirumah orang tua Sulhah, dan aku menjalani hari-hariku dengan amanah2 dakwah, mengisi PEngajian-pengajian dan TPA yang sudah lama aku bina, dan Alhamdulillah istrikupun ridha dengan semua itu, hingga Allah dengan maha Pengasih dan penyayangnya menitipkan Amanah buah cinta kami dirahim istriku, dan seiring bergulirnya waktu Alhamdullah tenyata lahir anak kembar, putri-putri kecil tersebut kami beri nama Asma dan Khodijah, kami melewati kehidupan rumah tangga dengan penuh kebahagiaan, hingga pada suatu kesempatan aku menyampaikan niatku pada istriku untuk tinggal terpisah dari kedua orang tuanya, meskipun hidup seadanya, awalnya istriku menolak dengan alas an bahwa putri-putri kami masih kecil dan masih butuh bantuan ibunya (nenek dari putrid kami) untuk mengasuhnya, apalagi kelahiran pertama Allah langsung menitipkan 2 amanahnya untuk kami, dan aku memakluminya, meskipun perasaan risih sudah lama kurasakan, risih karena kadang orang tua dari istriku sering mempertanyakan pekerjaan tetapku, padahal mereka tahu aktifitas rutinku, Alhamdulillah meskipun tinggal bersama mertua, namun aku tidak pernah menghinakan diriku untuk meminta dibiayai segala kebutuhan kami, kecuali mereka sendiri yang memberi, dan aku berusaha membatasi istriku untuk tidak meminta pada orang tuanya, sebab khawatir bila kelak itu akan menjadi boomerang bagi diriku sebagai menantu dan kepala keluarga dan akan menghinakan diriku dihadapan orang tuanya, kadang pula mereka sering ikut campur bila ada sedikit masalah2 dalam rumah tangga kami, entahlah, mungkin hanya perasaanku saja, yang jelas perubahan dari keuarga istriku terlihat setelah mereka kuajak bersilaturahim kekampungku, bertemu dengan ayah dan melihat kondisi keluargaku, terlihat kontras sekali perubahan mereka, bahkan entah karena apa, semula rencana kami sekeluarga dari kota untuk tinggal beberapa hari di rumahku dikampung, tetapi ternyata hanya tiba beberapa jam saja, kedua orang tua dari istriku sudah meminta pulang kejakarta, dan mengajak sekalian Sulhah dan kedua putrid kami, meskipun aku sudah berusaha untuk menahannya, dan mengizinkan kedua orang tuanya pulang lebih awal. Saat perisitiwa itu perasaanku sedikit terluka, aku bahkan merasa malu pada ayahku yang terlanjur mengabari sebelumnya bahwa mertua dan istriku kan tinggal berlibur sepekan dikampung, tetapi ternyata mereka kembali kejakarta pada hari itu juga selang beberapa jam tiba dirumah. Yaa Allah…, kenapa harus seperti ini. Mungkinkah mereka kecewa melihat kondisi keluargaku yang jauh dari kesan glamour?, mungkin mereka juga tidak menyangka kalau aku ternyata bukan saja miskin, tetapi sangat miskin.
Pendengar Nurani yang baik
Entahlah.., yang jelas aku begitu sangat merasa bahwa perubahan yang begitu besar dari mertuaku, mereka bahkan sering memblikan mainan2 untuk asma dan khodijah diiringi dengan sindiran, bahwa makan saja belum tentu bias membeli yang mewah-mewah apatah lagi mainan, astagfirullah.
Pendengar, waktu terus bergulir dan tanpa terasa putri2ku sudah berusia 2 tahunan, dan aku merasa pada usia itu istriku sudah bersedia tinggal terpisah dari rumah orang tuanya dan jauh dari segala kemewahan yang mereka berikan, pada saat keputusan itu sudah bulat, ternyata mertuaku menentang keras niat kami tersebut, meskipun sulhah sudah menyetujuinya, ibu mertuaku menentang keras karena dalam pandangannya anak dan cucunya akan menderita bila jauh darinya.
“Maaf yaa nak, bukannya ibu tidak setuju kalian tinggal terpisah dengan kami, tapi apa kamu mampu member kebahagiaan buat anak dan cucu2ku?, ibu sendiri melihat kau tidak punya pekerjaan yang pasti, kerjamu hanya kajian disana, ta’lim disini, TPA sana, TPA sini…, trus uang dari mana untuk membeli rumah dan member makan mereka…”
“Iya bu, saya fahami maksud ibu, memang pekerjaan tetap yang rill seperti yang ibu maksud untuk saat ini saya belum punya, tetapi alhamdulillah dengan aktifitas saya saat ini juga sudah mendatangkan rezeki meskipun tidak seberapa, Alhamdulillah saya masih bias menafkahi mereka selayaknya meskipun tidak semewah apa yang ibu dan ayah berikan, tetapi insyaaAllah sebagai suami dan ayah, insyaaAllah saya tidak akan membiarkan mereka terlantar dan kelaparan, untuk rumah insyaaAllah untuk sementara ini saya hanya bias ngontrak dulu, tapi mudah2an bias punya rumah sendiri, semoga ayah dan ibu memahaminya..”
“allllaaaa…, belagunyaaa…, paling rumah kumuh lagi…, kalau memang itu mau kalian yaa udah.., tapi ingat…, kau juga sulhah.., kalau ada kekuarangan jangan perah meminta sama ibu dan ayah…” tukas mertuaku sambil berlalu,
“astagfirullah”
Sedih rasanya mendengar semua itu, tetapi apa boleh buat, aku hanya bias bergumam dalam hati “Yaa Rabb, berikanlah hidayahMu pada mertuaku, aamiin”
Pendengar Nurani yang baik
Dengan kesepakatan berasama antara aku dan sulhah, akhirnya kami mewujudkan untuk tinggal terpisah dari mertua, meskipun mereka tidak merestui keputusan tersebut, tetapi sebagai kepala keluarga, aku juga memiliki hak utuk menentukan kemana biduk rumah tanggaku kubawa.
Hari-hari kami lalui dengan menempati rumah kontrakan yang sederhana, kusaksikan memang istriku begitu kaku melakasanakan aktifitasnya dirumah, sebab memang ia jarang sekali bekerja dirumah orang tuanya dulu, semua serba pembantu, tetapi sebagai suami aku tidak lantas membiarkannya beraktifitas sendiri, Alhamdulillah disela2 waktu senggangku khususnya sebelum berangkat beraktifitas, aku selalu membantunya mengerjakan pekerjaan yang masih layak aku kerjakan, aku senang bias membantunya, meskipun pada akhirnya akulah yang dominan beraktifitas karena kondisinya yang belum terbiasa, dan sebagai suami yang faham betul tentang karakter istriku, akupun berusaha memahaminya. Alhamdulillah istriku sedikit demi sedikit mampu beradaptasi dengan kehidupan barunya, dan aku tak pernah membatasi sedikitpun komunikasinya dengan orang tuanya, tetapi satu yang kuingatkan padanya
“dek, kalau kau rindu bertemu dengan orang tuamu insyaaAllah kk akan antar kau pergi bersilaturahim dengan mereka, begitu juga bila kau ingin berkomunikasi dengan mereka kk insyaaAllah ridho, asalkan jangan kau langgar satu hal..”
“apa itu kak?”
“jangan kau sedikitpun meminta apapun pada orang tuamu, bila mereka yang menawarkan apapun padamu, sampaikan bahwa insyaaAllah Alhamdulillah kita tidak kekurangan, dan untuk semua itu kk akan berusaha semampu kk untuk memenuhi kebutuhanmu dan anak2 kita..” ujarku lagi
“iyya kak, insyaaAllah..”
“Alhamdulillah kalau gitu..”
Pendengar nurani yang budiman
Hari terus berlalu menunaikan kewajibannya bergulir sesuai ketentuan Allah, dan Alhamdulillah anak2 juga sudah terbiasa bermain, berjalan dan berlari seperti anak normal lainnya, hingga tepatnya tahun 2010, aku diamanahkan oleh lembaga untuk berdakwah kesebuah daerah terpencil di daerah sukabumi, jujur aku sangat senang mendapat amanah tersebut, sebab pastinya aku bias berbagi manfaat dengan saudara2ku seagama yang jarang disentuh oleh dakwah, dan kabar itu pula kusampaikan pada istriku, aku berharap dia akan turut serta denganku kedaerah tersebut untuk sama2 berjuang dijalan Allah, tetapi diuar sangkaanku, ternyata begitu berita itu kusampaikan, ternyata istriku tidak meresponnya dengan baik.
“dek, ini lading pahala buat kita, kau mau ikut dengan kk kan?, insyaaAllah kita sama-sama kesana, mumpung anak2 beum sekolah, gimana??” ujarku
“apa?, kedaerah?, maaf yaa kak, bukannya saya tidak mau, tapi apa nasib kita sudah terjamin disana?, apa kita tidak akan susah disana..?, coba kk fikirkan lagi deh…, yaa, kecuali bila kk pergi sendiri, kalau untuk saat ini saya belum bersedia ikut..” jawab istriku
“tidak mengapa bila kk pergi sendiri?, kau yakin tidak ikut dengan kk?, atau begini saja, kk berangkat dulu untuk survey lokasinya, insyaaAllah bila kondisinya memungkinkan untuk kalian ikut, kk akan kembali untuk jemput kalian, gimana..?” tukasku lagi
“terserah deh.., yang pasti saya tidak mau repot dan susah sendiri, disini saja saya sudah kebablasan mengerjakan rutinitas apalagi didaerah terpencil yang jauh dari perkotaan, maaf kak, pokoknya untuk sementara ini saya belum ingin ikut.., kalau kk ingin pergi, silahkan pergi sendiri”.
“baiklah dek, kk akan kesana sendiri dulu, insyaaAllah bila sudah memungkinkan untuk kalian tinggal disana, insyaaAllah kk akan jemput kalian, doakan kk yaa, insyaaAllah besok ba’da sholat dhuhah kk berangkat” ulasku lagi, sambil berusaha memecah suasana yang tadinya sedikit kaku. Kusaksikan betul wajah istriku begitu cemberut seolah berat dengan keputusanku.
“kalau kk berangkat lantas saya dengan siapa dirumah?, jangan bilang kalau saya akan mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri, kalau itu yang terjadi maka lebih baik saya pulang kerumah ayah” tukas istriku dengan wajah cemberut.
“insyaaAllah ada khumairah dan zahra, adiknya ustd Ramdhan yang akan temani kau selama kk disana, insyaaAllah kk akan kabari kau dalam jangka waktu seminggu apakah kalian layak kk boyong kesana, yaaa?!!” jawabku sambil beranjak mempersiapkan keberangkatanku kemedan dakwah.
Pendengar Nurani yang baik
Dengan penuh kegirangan aku menuju medan dakwah, meskipun medan tersebut berada disudut desa yang sangatt terpencil, aku yakin, insyaaAllah disana banyak manfaat yang bias aku bagi kepada masyarakat awwam, khususnya mereka2 yang belum tersenuth dengan dakwah. Dan Alhamdulillah, kutinggalkan istriku bersama kedua adiknya ustd ramdhan. Dan Aku berharap sepeninggalku semuanya baik2 saja., tetapi semua diluar dugaanku, belum tiba aku dilokasi tujuanku sudah 4 sms yang masuk di hpku, dan sms itu dari istriku. Smsnya baru kuterima karena hpku sengaja kunonaktifkan saat singgah sholat zuhur dan lupa mengaktifkannya kembali.
SMS pertama : “kak, kompor gas tidak mau nyala, sudah 2x diganti tabung gasnya tapi juga tidak menyala, trus kami masak pakai apa?”
SMS kedua “kak, asma rewel, tadi aku pukul karena tidak mau didiamin, jangan lama-lama disana”
SMS ke tiga : “susunya khodajiah dan asma sudah habis, minyak goring dan cabe juga habis. Makanya sudah saya bilang gak usah berangkat.”
Sms ke empat : “kak, khodijah jatuh dari ayunan, tangannya memar, kenapa tidak balas smsku, pokoknya kalau kk tinggal disana saya akan pulang kerumah ibu, pusing saya disini”
Yaa Rabb, belumlah aku sampai ketempat tujuanku, beumlah aku sempat berbagi manfaat, sms dari rumah sudah dating bertubi2. Kubalas sms2 istriku dengan penuh cinta, sebab walau bagaimanapun dia adalah ibu dari anak2ku, kucoba untuk menenangkannya dari kepanikan, kusisipkan kata2 motifasi penyemangat dan nasehat2 kesabaran dan keikhlasan padanya, dan aku berdoa semoga dia memahami kondisi yang sedang berlangsung saat ini, Alhamdulillah tanpa terasa tiba juga aku didaerah tempat tujuanku, dan diluar dugaanku ternyata kepala desanya sudah menantiku bersama dengan beberapa took masyarakat, sebeb sebelum kedatanaganku, ternyata dari lembaga sudah mendaulukan surat pemberitahuannya, dan masyarakat setempat sangat bergebira dengan kehadiranku, dan kondisi ini semakin membuatku mantap untuk memboyong keluargaku kesini.
Pendengar, setelah melakukan pertemuan dengan beberapa perangkat desa dan tokoh3 masyarakat dimesjid, usai sholat isya aku menyempatkan diri menelpon istriku, aku berharap kondisinya akan baik2 saja’
“assalamu ‘alaykum dek..?, gimana kabarmu dan anak2..”tanyaku dengan nada lembut.
“wa’alaykumussalam, anak2 rewel dari tadi siang, khodijah sore tadi saya pukul karena usil pada adiknya, tadi jugaadik2nya ustd ramdhan baru sore tiba dirumah katanya ada mata kuliah dikampus, jadinya saya seharian tidak memasak dan tidak makan karena kompor tidak nyala-nyala. Kapan pulang??!!, jangan bilang minggu depan yaa, kalau bias besok sudah balik kesini” protes istriku dengan berbagai keluhannya.
“Yaa Rabbi, bagaimana caranya aku memahamkan istriku tentang kondisi ini?, bukankah sebelum menikah dulu ia sudah tahu profesiku sebagai seorang da’i?, semula kufikir bahwa gadis yang dicalonkan untukku adalah gadis muslimah yang akan senantiasa mendukung tugas2 dakwahku, tetapi kenapa justru sebaliknya??, astagfirullah, kenapa aku menyesalinya, astagfirullah..!!” gumamku dalam hati tanpa merespon celoteh istriku. Hingga aku tersadar dengan bentakan istriku dari balik teleponnya
“hei.., kenapa diam, tidak suka ya mendengar keluah saya, makanya kalau tidak suka gak usah kedaerah segala, bikin tambah masalah saja.”ujar istriku lagi
“astagfirullah, kenapa kau jadi kasar seperti itu dek?, bukankah sebelum menikah dulu kau memang tahu kk adalah seorang da’I yang biasa diutus kedaerah-daerah dan terbiasa melayani ummat?, tidakkah seharusnnya kau member apresiasi dan mendoakan kk agar selama dalam tugas dan senantiasa dalam lindngan Allah” jawabku menasehati istriku dengan kelembutan
“itukan dulu, seharusnya pola itu kk rubah, sebagai seorang da’I kk harus perbaiki dulu kondisi rumah tangga kita, lalu pergi berdakwah kepada orang lain, tempo hari juga ustd ramdhan tidak pernah menyentil kalau kita sering kedaerah seperti ini, pokoknya kalau mau kembali, silahakn kembali secepatnya, kalau perlu besok, jika tidak sebaiknya kk tidak usah kembali lagi.” Jawab istriku lagi dengan kemarahannya
“astagfirullah dek, koq bawa2 ustd ramdhan sih, ingat dek, kita ini sudah menikah, sudah punya anak, tidak perlu menyesali yang lalu-lalu, hadapilah yang sekarang ini, toh, Alhamdulillah keluarga kita baik2 saja, kk meninggalkanmu juga tidak dengan tangan kosong, Alhamdulillah ada juga 2 adiknya ustd ramdhan disana menemanimu, jadi kau merasa kurang apalagi dek?. Jujur kk sedih dengan keadaanmu saat ini, sebab kk yakin sebenanrnya kau itu muslimah yang tangguh dan mampu hidup dalam kesusahn sekalipun, tetapi kau tidak pernah belajar untuk membiasakannya, kau bahkan masih belum tersadar dari mimpimu, bahwa lelaki yang memperistrimu ini hanyalah lelaki sederhana tidak mampu menyewa pembantu, yang tidak memiliki harta yang banyak untuk memenuhi semua keinginamu…”ujarku kembali dengan menasehatinya lagi.
“makanya, kalau menyadari hal itu, kerja dong, jangan melulu dakwah, cari duit sebanyak2nya agar bias nyewa pembantu, kalau sudah begini, aku juga yang repot, kk sendiri kan juga sudah tahu dan sadar bahwa aku ini siapa dan anak siapa, dan menikahiku berarti sadar akan konsekuensi, dulu ustd ramdhan bilang sama ibu dan ayah bahwa setelah menikah kk bias menghidupiku dengan layak, sekarang mana?, mana?, tinggal diurmah kontrakan yang sempit, tidak ada mesin cuci, tidak ada kulkas, tidak ada TV, lantas apa yang diharapkan darimu…, kerjanya ngurus orang ajaaa” ujar istriku dengan kemarahannya. Belumlah kujawab celotehnya kudengar sambungan telpon diputusnya dari sana, beberapa kali kucoba untuk menelponnya namun panggilanku selalu diriject.
“Yaa Allah, berikan kesabaran pada hambamu ini, dan berikan pula hidayah pada istriku, agar ia menyadari kekeliruannya.
Jujur malam itu aku geliah, planning-planing dakwah yang seharusnya aku sudah mulai susun akhirnya tak bias aku tuntaskan, aku sendiri tidak tahu apakah aku menyesal telah menikahinya atau tidak, astagfirullah…
Pendengar nurani yang baik
Usai sholat shubuh aku mengisi kajian ba’da shubuh didesa itu sebagai perkenalan dengan para jama’ah, Alhamdulillah respon mereka atas kehadiran dan dakwah2ku begitu besar, dan aku sangat bersyukur saat itu, usai mengisi kajian shubuh aku langsung bergegas kerumah tinggalku yang sudah disiapkan oleh pak kades, aku sangat bahagia karena kekhawatiranku akan penentangan2 warga atas dakwah ahlusunnah yang aku suguhkan ternyata beroleh respon baik, namun kebahagiaan dan kegembiaraan itu berangsur2 hilang maakala mendapati ada 15 panggilan tak terjawab dihpk u, dan dugaanku benar panggilan tersebut, dari istriku, kudapati beberapa smsnya yang sengaja dikirimnya karena merasa teleponnya kuabaikan
SMS pertama : “MAs Hamzah, yang baik, sudah punya istri baru yaa disana, sampe2 shubuh2 begini teleponku gak direspon”
SMS kedua : heh kak, kalau betah disana, jemput asma dan khodijah disini, ajak mereka bersamamu, aku pusing dengan mereka, kerjaanya nangisss melulu. Kk fikir enak ngurus anak sendiri, dasar.., ngurus oraaannnggg aja kerjaannya, anak dan istri sendiri ditelantarin”
SMS ketiga : “nyesel aku kak menikah denganmu, sumpah nyeselll banget, kalau waktu bias diundur kembali, aku nda mau menikah denganmu.”
Jujur membaca sms2 itu ada butiran2 air mata mengalir dipipiku, mengapa semua ini harus terjadi padaku, mengapa aku meminta istri yang dapat membantuku beribadah justru malah sebaliknya yang kudapat, tetapi lagi2 penyesalan itu aku tekan dalam2, astagfirullah…., dengan berusaha menarik nafas dalam2 kuberusaha menenangkan diri, dan berusaha menelpon istriku
“kenapa teleponku gak diangkat, udah ada simpanan yaa…”ujar istriku, padahal aku belumlah menyalaminya
“astagfirullah haladziim, kenapa kau begitu kasar pada kk dek?, bahkan untuk mengucapkan salampun kau telah lupa, bukankah kau seorang muslimah?, dan bukankah aku ini suamimu??” ujarku dengan kelembutan
“allaa, udah.., gak usah basa-basi, sekarang aku mau nanya, kk mau pulang hari ini atau tidak…” Tanya istriku
“insyaaAllah kk akan pulang dek tapi mungkin…”jawabku terputus karena sudah ditimali oleh sitiriku
“nda usah basa basi, pulang atau tidak, jawab YA atau TIDAK. Nda usah ngelantur”tukas istriku dengan nada kasarnya
“insyaaAllah besok atau lusa dek, kk akan pulang menjemputmu dan anak2”jawabku
“gak, aku gak bakalan ikut, sekarang karena kk udah ngasih jawaban untuk tidak pulang hari ini, maka aku titip2 anakmu pada khumaroh dan Zahra, dan aku mau pulang kerumah ibu, aku gak kuat disini. Pusing aku.”
“astagfirullah dek, enapa kau jadi seperti ini, bukankah kau pernah jadi aktifis dulu dikampusmu, itu yang dulu pernah kk dengar tentangmu, tetapi kau jadi seperti ini, kau seperti bukan seorang muslimah, dimana keimanamu?, tidakkah kau bias mencontoh siti hajar, istri nabi Ibrahim As, siti hajar ditinggalkan oleh nabi Ibrahim ditengah padang pasir yang begitu tandus dan gersang tanpa fasilitas, tapi beliau mampu bersabar dengan kondisi itu, ummahtul mukminin juga banyak member contoh tentang kesabaran mereka dengan amanah suami mereka, bahkan tak sedikit diantara mereka yang rela mengorbankan hartanya untuk membantu dakwah2 suaminya, kenapa kau tidak?”
“maaf ya kak, memang aku beda dengan mereka, dan aku bukan mereka, jadi bila kau merindukan istri2 dengan akhlak eperti mereka, silahkan.., aku buka kesempatan untuk kau mencarinya, tetapi ceraikan aku, aku tak kuat hidup denganmu. Sekarang begini saja, kau mau pulang atau tidak, aku mau pulang kerumah orang tuaku, toh mereka juga masih mampu koq menghidupi aku, tetapi bawa serta anak2mu, titik…, gak usah panjang lebar menceramahi aku, gak mempan…!!” ujar istriku dengan ketus lantas mematikan sambungan teleponnya.
Aku sangat sedih mendengarnya, mungkin ini ujian buatku, dan dengan berat hati, aku memohon pamit untuk sementara pada pak kades dan jam’ah usai sholat zuhur, dengan alas an ada masalah urgen yang aku harus selesaikan dijakarta, dan berjanji akan segera kembali, Alhamdulillah mereka faham dengan alas an tersebut. Dengan segala doa yang kupanjatkan disepanjang perjalanku, aku masih berharap bahwa semua yang disampaikannya ditelepon itu hanya sebatas ancaman belaka, tetapi begitu aku tiba dijakarta pada malam harinya, ternyata aku mendapati bahwa istriku benar2 melaksanakan ancamannya, dia pulang kerumah orang tuanya dan meninggalkan ana2ku pada khumairoh dan Zahra, astagfirullah hal’adziim, kenapa jadi seperti ini. Mengapa istriku jadi sekeras ini hatinya, ampuni dia yaa Allah, ampuni dia, dan berikan hidayahmu untuknya.
Pendengar Nurani yang baik
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, ternyata setelah kejadian itu aku semakin sulit bertemu dengan istriku, turut campur tangan orang tua semakin menambah parah suasana rumah tanggaku, berbgaia upaya mediasi telah aku tempuh, baik melalui bantuan ustd ramdhan dan ikhtiar lainnya tapi tidak membuahkan hasil, dan aku berusaha mengikhlaskannya, mungkin dia memang bukan yang terbaik untukku, dengan segala keihlasan aku menyepakati perpisahan yang telah diatur sedemikan rupa oleh orang tuanya, hingga akhirnya aku menceraikan istriku secara baik2, baik secara agama maupun secara formal sesuai aturan UU negara. Aku hanya berdoa bahwa semoga saja suatu saat istriku akan diberi hidayah oleh Allah, dan menemukan lelaki impiannya, berat memang, tetapi apa hendak dikata, urusan rumah tangga kami telah ditunggangi oleh keluarga besarnya, dan aku ditempatkan pada posisi yang salah, padahal hanya persoalan yang sangat sepeleh, entah ada penyebab lainnya, tapi aku tidak mengetahuinya, yang jelas 4 bula setelah bercerai denganku, kudengar kabar bahwa dia akan dinikahi oleh pebusaha asal banten. Dan aku berusaha untuk benar2 ikhlas atas semua itu, sembari berdo’a, semoga anak2ku memahaminya kelak dan mendapatkan ibu yang terbaik untuk mereka.
Pendengar Nurani yang budiman
Demikian sekelumit kisahku, semoga member manfaat bagi yang mendengarkannya, aku berharap kisah ini bias menjadi pelajaran buat kita semua, aamiin
Wassalam
Hamzah
Silahkan di share, tetapi mohon jangan menambah dan mengurangi isi dalam kisah ini. Syukran Jazakamullahu khaeran
mp3 rekaman radio nurani tentang kisah ini dapat di download lo..
semoga bermanfaat ^_^. monggo di klik..
0 komentar: