Kudekap bantal kian rapat kewajah dan telingaku, tak ingin kudengar kehebohan yang terjadi di ruag tengah. Tetap saja, suara benda terbanting tertangkap pendengaranku. Ingin rasanya aku berterik menghentikan pertengkaran bapak dan mama.Tapi justru niat baikku mendapat respon buruk dari mama. Bapak sering menyelamatkanku dengan memintaku masuk kekamar. Pertengkaran seperti ini, bukan hal yang baru untukku. Dan ini terjadi sejak bapak menikah lagi dengan ibu baruku… saat manis itu hanya 2-3 bulan.
Bapak pernah mengukapkan kepadaku, bahwa beliau menyesal dengan pernikahan keduanya. Aku bisa memaklumi keinginan bapak kala itu, meski aku juga sempat meningatkan beliau dengan wanita pilihannya. Kini bapak baru percaya pada apa yang ku katakan. Bapak seperti tanpa taring di hadapan ibu tiriku. Selain di awal pernikahan, ibu tiriku tak pernah melakukan kewajiban sebagai ibu rumah tangga. Ia hanya sibuk berdandan dan keluar arisan atau sekedar berkumpul dengan teman-temanya.
Ibu kandungku, mengizinkan bapak menikah lagi. Lima tahun didera stroke yang meluruhkan seluruh fungsi tubuhnya, ibu hanya berkomunikasi dengan isyarat. Bapak sudah membawanya berobat, bahkan sampai keluar negeri. Tapi keadaan ibu takkunjung membaik. Sampai akhirnya bapak sampaikan niat itu pada ibu. Meski terlihat sedih dan kecewa, ibu sangat tahu diri. Aku melihat bagaimana ia menangis namun mencoba tegar.
Dan pernikahan kedua bapakpun terjadilah. Bulan-bulan pertama bapak dibuat terbang keawan. Mama juga terlihat merawat ibu serta melakukan aktifitas rumah tangga. Namun, lama-kelamaan sikapnya berubah. Mama mulai menuntut bapak ini dan itu. Beberapa kali pula aku pergoki mama bersikap kasar pada ibu, hingga aku menegurnya. Saat kusampaikan pada bapak, bapak malah mengira aku mengada-ada. Sebab bapak tahu, aku tidak terlalu suka pada mama dari dulu.Padahal sebenarnya, saat aku tahu mama ternyata baik di awal pernikahan, aku mulai belajar menyukainya.Tapisekarang… kebencian kubegitu menggunung.
Lebih-lebihs ejak mama bersikap dzalim pada ibu. Mama mengancam bapak agar mau memindahkan ibu kekamar belakang. Ibu memang selama ini tidur dikamar utama. Saat aku pulang kuliah, ibu telah dipindah kekamar yang lebih sempit. Supir rumah yang menyampaikan kepadaku, tak tega aku melihat ibu diperlakukan begitu. Protesku pada bapak, disambung dingin mama. Bahkan ia menghina ibu.
“kalau bisa jalan sendiri, silahkan boleh pindah lagi kekamar depan.” Nyaris aku tak bisa mengontrol kemarahan ku. Bapakpun terlihat kaget dengan kata-kata mama, tapi tak berkata apa-apa. Bu hadi, orang yang ikut keluaragaku sejakdulu, menarik kupergi.Di kamar belakang, kami berdua menangis.
“sudahlah mbak ayu. Kata-kata mama tak usah dipkirkan. Lebih baik, konsentrasi sekolah dan mengurus ibu saja. Mama biar jadi urusan bapak saja. Kasihan ibu, kalau tidak ada yang memperhatikan. Siapa lagi kalau bukan kita yang menjaga ibu?”.Benar juga kata bu hadi.
Jarak dan bapak kian jauh meski seatap. Aku makin susah menemuinya, karena mama sering mempersulit. Aku hanya bisa menumpahkan perasaan sedihku pada bu hadi dan pak par, supir bapak. Tiga kakaku jarang pulang, karena kuliah di luar kota. Bila shalat, akusering berlama-lama di atas sajadah. Tububuhku enggan beranjak. Jiwaku begitu tentram disana. Ibu yang selalu membuatku bersemangat. Ibu akan mengedipkan matanya berkali-kali dengan sangat kuat sambil menatapku, bila aku terlihat gundah dan gelisah. Sembari jari-jarinya menekan tempat tidur. Seolah ibu berkata, “ayo semangat ayu!” tak jarang aku menangis memeluk ibu, ia begitu mengerti perasaanku. Dari bibirnya hanya terdengar “uh...uh…uh…” tapi bagiku ibu seolah berkata banya kuntukku.
Roda berputar, usaha dagang bapak kembang kempis. Mama sedikitpun tak memberikan solusi, hanya sibuk menyalahkan bapak dan memikirkan kesenangannya sendiri. Aku bersyukur, saat usaha bapak terpuruk, bapak mulai menyadari kesalahnnya. Ia mulai dekat dengan aku dan ibu meski secara diam-diam. Bapak mulai perhatian lagi pada ibu seperti dulu. Membawa ibu keluar berjemur, menemani ibu berlama-lama saat mama tak ada. Disaat itulah, berkali-kali bapak mengungkapkan penyesalannya menikah lagi. Tapi aku selalu mengingatkan bapak, mungkin inilah jalan yang diberikan ALLAH pada keluarga kami.
Syukurku yang kedua, dari dulu bapak tidak senang berhutang untuk menjalankan seluruh usahanya di beberapa cabang. Jadi saat usaha dagang bapak pilit dan sepi, bapak tak terbebani. Namun, sayang ketenangan itu terusik oleh tagihan hutang yang menggunung atas nama mama. Mama diam-diam tanpa setahu bapak, memberikan aneka fasilitas kemewahan kepada ornag tua dan saudaranya, yang memang sejak semula menikah punya niat tidak baik. Bapak terus terang menolak melunasi hutang-hutang mama. Bapak malah meminta dept collector untuk menarik barang-barang yang dibeli mama, 3 mobil mewah, 2 rumah tipe 70 dan benda berharga lainnya, termasuk tanah seluas hampir satu hektar!!. Mama betapa teganya membohongi bapak. Mama tak pernah member nafkah yang dititipkannya untuk ibu. Jatah untukku dan kakakku pun jauh berkurang, dengan alasan ini itu.
Ternyata sikap bapak yang enggan melunasi hutang mama, membuat mama berang. Bapak mencoba menghindari pertengkaran dan menuju kamar ibu. Mama ter terima dan mengejar bapak sampai masuk kekamar ibu. Emosi, mama nekat memukul dan mendorong bapak hingga jatuh dan menghantam tepi ranjang. Bu hadi dan ibu terkejut melihatnya.
Mama tak menolong bapak, justru pergi. Aku baru masuk rumah sepulang kuliah, kaget melihat kejadian itu. Bu hadi tengah berusaha menolong bapak. Dan pemandangan lain sedari tadi tanpa kami sadari terjadi. Ibu bisa duduk!! Panic juga bahagia terjadi di kamar ibu. Ibu atas izin Allah berangsur pulih, kembali sehat seolah tak terjadi apa-apa. Mama masuk bui, karena terlibat beberapa penipuan dan bercerai dengan bapak. Dengan bahu membahu, walhamdulillah suasana rumah dan usaha bapak kembali pulih, jauh lebih maju. Semua kejadian yang kami lalui banyak mengubah bapak. Bapak sekarang lebih sibuk beribadah dan lebih banyak bersama keluarganya. Semoga Alloh senantiasa menjaga keluarga kami dari keburukan dunia akhirat.(***)
***untuk Nana, senang melihatmu tersenyum lagi.
0 komentar: