Kendaraan yang
membawaku pulang ke istana kecilku, perlahan memasuki halaman rumah. Tempat itu
serasa seperti surga dunia. Teduh, tentram dan senantiasa berhias keceriaan. Walhamdulillah
Aku menyunting
belahan jiwaku hampir tujuh belas tahu silam. Dan hingga hari ini, ia masih
saja memberikan pesona untukku. Senyumnya, suaranya yang terdengar penuh
kesabaran adalah magnet yang selalu membawaku untuk segera pulang. Berumah
tangga dengannya nyaris tak ada pertengkaran. Benar-benar ia wanita yang luar
biasa.
Aku sangta
bersyukur bertemu dengannya. Betapa tidak henti-hentinya aku bersyukur pada
ALLOH. Dua orang tuaku juga seluruh keluarga besarku menyukai sosoknya yang
memang lembut dan keibuan. Tak segan ia turun tangan memabntu pekerjaan rumah.
Ia jago masak serta membuat kerajinan tangan lain juga menjahit.
Jujur, awalnya
dulu aku bertemu dengannya hanya sekadar iseng. Teman-teman kos semasa kuliah
sering menggodanya bila ia lewat didepan kos kami sepulang dari kampus. Dan
gadis itu hanya berlalu dingin. Namun hal itu yang membuat kami jadi makin
penasaran. Bila gadis lain, ibarat kata biasanya mereka langsung jadian setelah
beberapa waktu. Tapi yang satu ini dingin luar biasa. Sampai akhirnya
teman-teman bosan sendiri menggodanya. Saking konyolnya, bila gadis ini lewat
mereka akan berteriak, “es...es...dingin..”. Dan itulah ungkapan hati
terdalam teman-teman karena gagal menggodanya.
Begitulah, sampai
akhirnya aku bisa mendekatinya karen ban motornya bocor. Kulihat ia menuntun
motornya lewat di depan kos. Tak peduli statusku yang kala itu sudah ada yang
punya, aku menawarkan bantuan. Tapi, diam-diam aku tersanjung karena bisa
mendekati gadis yang selama ini menjadi incaran banyak temanku. Ya, sayangnya
hanya sekedar itu. Karena sang gadis hanya sekedar berucap santun atas
bantuanku membawa sepeda motornya ke bengkel yang lumayan jauh. Menyesal? Tidak
juga... Justru aku menjadi sungkan sendiri karena selama ini berpartisipasi
menggodanya. Malu juga rasanya. Sejak itu kau jadi tak enak sendiri bila mengganggunya.
Tapi diam diam, aku tetap penasaran. Sekian waktu kemudian aku bisa bertemu dia
lagi, saat mempersiapkan skripsi. Kami sempat berbicara sekadarnya. Hanya itu.
Dia begitu sangat menjaga diri. Aku menghargai itu. Aku mengatur jarak darinya.
Akhirnya aku wisuda setelah mundur dua semester dari yang seharusnya.
Usai wisuda, aku
mendapat kerja di luar jawam ikut dengan seorang sepupu. Disana pula aku kenal
dengan teman si gadis yang beda angkatan. Aku jadi tahu banyak hal tentang si
gadis termasuk alamat rumahnya meski tak detail. Dan hal itu membuatku kembali
teringat pada gadis itu. Namun aku tetap belum punya keberanian tentang rasa
yang diam-diam kupendam. Jangan salah, duniaku telah lain semenjak semester
terahir di kampus. Aku mencoba lahir dengan pribadi baru dengan sesuatu yang
lebih baik. Perubahan jasmanidan rohani. Tak peduli dengan ledekan teman-teman
yang sibuk mengomentari perubahanku. Aku tetap harus melakukannya, karena aku
menyadari telah membuat kesalahan besar dalam hidupku yang seharusnya
kuhindari. Aku mulai ikut ta’lim di kajian mahasiswa, sesuatu yang telah lama
tak kulakukan. Walhamdulillah, aku menjadi lebih semangat menjalani
akhir masa kuliahku. Dan tak ada orang mengira termasuk diriku sendiri, IPK
yang kuraih tinggi. Dan aku pun mulai merintis usaha yang Walhamdulillah berprospek
cerah dan menjanjikan. Aku juga bisa mempekerjakan teman-temanku untuk membantu
kelancaran usahaku. Saat aku keluar jawa, aku pasrahkan usaha itu pada seorang
sahabat yang bisa kupercaya. Di luar jawa selain bekerja aku juga melebarkan
sayap usaha yang ku rintis saat kuliah.
Cuti tahunan
kumanfaatkan untuk pulang ke kampung halaman. Saat otulah tiba-tiba ingin
memberanikan diri datang kerumah si gadis di luar kota. Berbekal alamat ala
kadarnya, kumasuki halaman sebuah rumah besar yang sangat terawat. Itupun
setelah aku sibuk bertanya kesana kemari sebelumnya. Suara tangis bayi yang
terdengar dari dalam rumah, sempat menyurutkan langkahku. Jangan-jangan... Ya
Alloh Engkau tahu isi hatiku. Aku terkejut ketika lelaki tua menegurku. Rupanya
beliau ayah sang gadis atau. Aku begitu lega setelah alamat yang ku tuju
ternyata tidak keliru. Kusampaikan maksut kedatanganku seteah duduk.
Beliau bnyak
bertanya tentangku dan keluarga. Namun anehnya, sejak aku tiba sampai sekarang
beliau sama sekali tidak memanggil si gadis untuk menemui ku, memberitahuku
tentang keberadaanya. Teh dan kue di suguhkan oleh pembantu. Tiba-tiba beliau
berkata, “kalau kamu serius dengan Farah, bapak izinkan. Tapi bila tiak
silahkan pergi.”
Aku tergagap
dengan kata-kata yang tak terduga itu. Sungguh dari tadi lidahku kelu, kini
mendadak aku punya seribu nyali. Spontan aku menajawab kalau aku sangat serius
dengannya.
Hanya selang satu
setengah bulan kemudian, aku menikah dengannya. Kusyukuri hingga hari ini
keluargaku senantiasa berhias asmara. (***)
Nb. Salam
untuk budhe Fa sekeluarga
Majalah Sakinah
Volume 13, No.9
0 komentar: