kisah sakinah: terahir bersamamu



Pernikahan yang baru berbilang satu tahun kuharapkan berlangsung langgeng. Tapi nyatanya pernikahan yang masih seumur jagung itu berkjalan terseok-seok. Aku sering berkaca diri apa yang semestinya ku lakukan. Mungkin aku harus lebih bersabar.. sabar pada keadaan ini, juga sabar pada sikap istri yang tak kunjung berubah. Bila bukan karena sabar dan berharap segalanya berubah lebih baik , aku tak ingin lagi mempertahankan pernikahanku.
Aku juga iba pada mertua yang begitu saying padaku. Mereka mengerti tingkah putrinya, dan menyerahkan semua keputusan kepadaku. Bahkan bapak mertua sangat berang kepada istriku, yang sikap dan perangainya dianggap mempermalukan keluarga. Bapak mertuaku pun sampai mengusir istriku dari rumah. Tapi istriku tidak bergeming.
Hari-harinya lebih banyak diluar rumah menghamburkan uang dan menghabiskan waktu entah dimana. Kukatakan entah dimana, karena tiap kutanya langsung, lewat telepon, atau SMS ia akan menjawab ketus atau sengaja mematikannya. Bila pulang wajahnya selalu dilipat.
Kebiasaannya yang lain adalah ia senang menggoda pria lain, tak peduli beristri atau belum. Aku sering malu dibuatnya. Tetangga kanan-kiri kerap menggunjingnya, tapi ia tak peduli. Bahkan tanpa sungkan ia menelepon atau SMS pria lain di depanku. Darahku sebenarnya naik ke ubun-ubun, tapi aku teringat bayi kecilku yang belum lagi setengah tahun. Meski tubuh mingilnya jarang disentuh sang bunda, aku berharap dengan melihat hadirnya, istriku tergerak berubah..
Bukannya berubah, sikap istriku justru kian tak karuan. Pernah ia tertangkap tangan bersama pria beristri, hingga diseret kebalai desa oleh warga desa lain dan diminta surat pernyataan bermaterai. Ia sampai menangis, menyembah nyembah dikakiku. Berjanji bertaubat dan mengubah sikapnya.
Hatiku sakit dan tercabik melihat sikapnya. Tubuhku bergetar hebat menahan marah dan malu saat dijemput aparat desa kekampung sebelah. Ingin kumaki dan kutampar ia di depan banyak orang, tapi aku masih bisa menahan diri. Masih ku ingat, ia seorang wanita, ia masih istriku, ibu dari anakku. Meski harga diriku hancur, aku berusaha sabar. Lebih-lebih melihat istriku lebam dan penuh luka cakar akibat warga yang geram. Aku berharap ia berubah dengan kesabaranku…
Seperti kurcaci yang ingin meraih bintang… istriku berbuat manis hanya sebulan. Ia kembali seperti semula. Ia berani menerima pria asing di rumahku. Bahkan, bermanis-manis tanpa sungkan. Aku memanggil istriku. Sebenarnya apa maunya. Tapi jawaban yang diterima sangat menyakitkan.
“Belum tahu juga?! Dasar laki-laki tak tahu diri!!” ia berucap sinis dan berlalu. Saat kucoba menahn perginya, ia justrui menamparku.
“San, istighfar!! Ingat anak dan suamimu! Ingat kuluargamu, ingat keluarga kita!!”
“urus saja sendiri anakmu!! Kamu piker aku suka punya anak. Jadi beban tahu!!, tubuhku jadi rusak harus menyusui dan merawatnya.”
Ya Allah, betapa malangnya putrid kecilku, hingga usia hampir 6 bulannya ia tak pernah merasakan ASI dan dekapan saying ibunya. Ia akan menagis terus hingga aku menggendongya. Sementara istriku hanya berteriak-teriak mendengar tangisannya.
“ Bisa diam nggak?!! Berisik!!”
Tak segan ia akan melempar bayiku dengan bantal, hingga tangisnya semakin keras. Saat sakit demam tinggi, istriku tak punya belas kasih pada putrinya.
“Biarkan saja mati!” ucapnya. Aku memarahinya habis, karena sikapnya yang keterlaluan. Aku masih bersabai ia menyakitiku, tapi aku tak rela ia menyakiti putriku. Puncaknya, saat ia pergi dengan pria lain, aku tak mence-gahnya. Aku sudah berusaha bersabar dan menjadi imam untuknya selama ini. Semoga Allah memaafkan ketidak mampuanku.
Sepekan tanpa kabar, istriku pulang kerumah dalam keadaan mengenaskan. Bajunya kusut dan tubuhnya terlihat pucat dan tidak terurus. Rupanya pria yang bersamanya berusaha mencelakainya setelah menguras uang dan perhiasannya. Lelaki itu berencana membunuh istriku. Beruntung, ia selamt dan berhasil pulang.
Sebenarnya aku tak ingin menerimanya, tapi ibu dan ayah menasehati. Siapa tahu, atas izin Allah, kejadian itu bisa membuat istri berubah. Baru semalam di rumah, istriku pingsan. Ia mmengalami pendarahan hebat. Diagnose dokter menyebutkan ia terkena kanker rahim.
Meski ahirnya ia harus pergi, ia pergi dalam keadaan aku meridhainya. Ia telah menyesali semua kesalahan di sisa delapan  bulan hidupnya. Ia begitu takut jauh dariku dan buah hati kami. Di tengah bahagia kami, ia akhirnya menyerah pada takdir. Semoga allah mengampuninya. Putriku kini telah menikah dan member cucu. Aku menikmati masa tuaku bagahia. (***)
Majalah sakinah agustus 2013.
Diposkan oleh:

Aisybe: refresh you.
Dapatkan kisah, poster, mp3 dan video serta aplikasi islami di:

0 komentar: